Minggu, 21 Februari 2016

AAAAAAAAAAAAAAAAAA

Perilaku dan Karakter Pemimpin Kharismatis
Kharisma yang di-“anugerahkan” kepada para pemimpin yang secara khusus dapat mengembangkan kelekatan-kelekatan emosional yang kuat dengan para pengikut mereka. Pemimpin kharismatik juga merupakan sebuah fungsi dari kualitas-kualitas yang bersifat luarbiasa dari pribadi sang pemimpin, bukannya situasi. Pandangan ini datang dari R.C. Tucker, “The Theory of Charismatic Leadership”, Daedalus 97 (1968), hal. 731-756, dan T.E. Dow, “The Theory of Charisma”, Sociological Quarterly 10 (1969), hal. 306-318. 

Kualitas-kualitas pribadi tersebut termasuk memiliki kuasa luarbiasa  terkait visi yang jauh ke depan, keterampilan retorika guna mengkomunikasikan visi dan misi, rasa percaya-diri serta intelegensia yang tinggi, dan menetapkan tingkat ekspektasi tinggi bagi para pengikut.

Semua itu merupakan suatu campuran antara kualitas-kualitas pribadi dan pola-pola perilaku: 

  • Empati – menunjukkan keprihatinan terhadap berbagai kebutuhan dan rasa takut para pengikut. 
  • Dramatisasi dari misi – mengartikulasikan tujuan melalui proses komunikasi dan tindakan-tindakan.
  • Memproyeksikan self-assurance – bertindak dengan penuh rasa percaya diri dan kepastian.
  • Meningkatkan pencitraan diri – menciptakan suatu kesan sebagai seorang pribadi yang memiliki kompetensi, seorang pemenang. 
  • Meyakinkan para pengikut tentang kompetensi mereka dan kemampuan untuk mencapai hal-hal besar. 
  • Memberikan kesempatan-kesempatan kepada para pengikut untuk mencapai sukses, mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab dan membuang segala sesuatu yang menghalang-halangi kinerja para pengikut. 
Dalam model ini, enam perilaku sang pemimpin menghasilkan atau memperkuat tiga tanggapan dari pihak para bawahan/pengikut: 

  • Rasa kagum/terpesona – atau percaya tanpa alasan terhadap kemampuan-kemampuan sang pemimpin. 
  • Inspirasi – para pengikut terbujuk oleh tujuan moral atau etis dari misi. 
  • Pemberdayaan – para pengikut percaya bahwa mereka dapat mengatasi berbagai rintangan dan kemudian berhasil mencapai hal-hal yang besar. 

Berdasarkan studi literatur/kepustakaan mereka, Behling dan McFillen menyatakan bahwa satu-satunya kondisi/syarat yang dipersepsikan secara universal untuk penggunaan efektif dari kepemimpinan kharismatis adalah apa yang mereka namakan sebagai psychic distress – kekhawatiran yang berkaitan dengan jenis krisis tertentu atau rasa tidak enak yang mempengaruhi organisasi.

Ada beberapa catatan tentang kepemimpinan kharismatis yang harus kita perhatikan. Pertama-tama, walaupun kita telah mendefinisikan kharisma sebagai suatu kualitas pribadi yang dianugerahkan kepada pemimpin tertentu berdasarkan hubungannya dengan para pengikut, kepemimpinan kharismatis paling penuh dipahami ketika kita juga mempertimbangkan bagaimana sang pemimpin dan faktor-faktor situasional mempengaruhi proses pemberian atribut. 

Hubungan istimewa seorang pemimpin kharismatis dengan para pengikutnya tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan seringkali hal ini merupakan akibat dari interaksi antara kualitas-kualitas sang pemimpin,  nilai-niali pemimpin dan pengikutnya, dan kehadiran faktor-faktor situasional tertentu. 

Kedua, kelihatannya tidak perlulah semua karakteristik kepemimpinan kharismatis untuk terkumpul semua sebelum kharisma dianugerahkan kepada seorang pemimpin. Bottom line dari kharisma kelihatannya adalah relasi seorang pemimpin tertentu dengan para pengikutnya, dan ada berbagai cara dengan mana relasi ini dapat berkembang. Hal ini juga berarti bahwa kharisma terlebih-lebih merupakan rentangan (continuum) daripada fenomena “ada” atau “tidak ada samasekali”.  

Ada pemimpin yang mampu untuk menjalin secara khusus ikatan yang kuat dengan mayoritas para pengikutnya, ada yang mampu menjalin ikatan dengan para pengikut yang berjumlah lebih sedikit, ada pula pemimpin yang dapat “bergaul baik” dengan banyak pengikutnya, namun tidak menjalin relasi yang kuat dengan mereka. 

Ketiga, kelihatannya kepemimpinan kharismatis dapat eksis atau terjadi di mana-mana – sekolah-sekolah, gereja-gereja, komunitas-komunitas, bisnis-bisnis, organisasi-organisasi pemerintahan dan bahkan bangsa-bangsa. 

Keempat, dengan catatan bahwa ada sejumlah cara untuk mengembangkan kelekatan-kelekatan emosional yang kuat dengan para pengikut, maka satu pertanyaan penting adalah apakah mungkin untuk menganugerahkan kharisma kepada seseorang berdasarkan hanya pada posisi orang tersebut atau statusnya sebagai selebriti. Tidak sedikit pribadi yang memegang posisi yang terlihat oleh banyak orang (misalnya bintang film, pemain musik, atlit, penginjil televisi, dan politisi) dapat mengembangkan (bahkan menyuburkan) gambaran diri yang kharismatis di hadapan para “fans” dan pengagum mereka. 

Dalam kasus-kasus ini, bergunalah bagi kita untuk mengakui bahwa kepemimpinan kharismatis itu bersifat dua-arah. Tidak hanya para pengikut mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pemimpin mereka, akan tetapi sang pemimpin juga mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan para pengikutnya dan memiliki keprihatinan  atas perkembangan para pengikutnya (Burns, 1978). Jakarta, 13 Februari 2014 Drs. Tiardja Indrapradja



Semoga bermanfaat



SALAM SUKSES


Sumber & referensi : Kompasiana, http://developingsuperleadership.wordpress.com



Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/indrapradja/kepemimpinan-kharismatis-charismatic-leadership_552a51f7f17e61877bd623b6